Oleh: Baba Ali
Suatu ketika si Udin bertanya, “Ustadz, kenapa ya
setiap kali orang china buka usaha, usahanya relatif sukses, cepat besar dan
maju?”
Si Ustadz terdiam, kemudian menjawab dengan raut
wajah sedih, “Akhi, mereka lebih ikhwah daripada kita.”
“Afwan ustadz, maksudnya apa ya?” Celetuk si Udin
dengan raut muka bingung.
Pelan-pelan, Si Ustadz berusaha menjelaskannya
dengan runtut.
Saudaraku, setiap pekan kita bertemu dalam majelis
yang bernama halaqah. Setiap pekan kita membahas bab-bab ilmu. Setiap pekan
kita memutaba’ah amalan-amalan da’awi kita. Kesemuanya itu dalam rangka menjaga
dan memperkuat ukhuwah. Namun rupanya, itu semua masih belum cukup. Kita masih
kalah ikhwah dengan mereka. Mungkin bab Al-Wala’ wal Bara’ perlu dijadikan
kajian wajib setiap pekannya sebelum membahas yang lainnya. Atau mungkin kita
perlu liqo’, utsar, setiap malam agar bisa menandingi mereka dalam hal ukhuwah.
Tahun 2005, saya berkenalan dengan saudagar asal
Padang di Jakarta. Saya diundang ke rumahnya, kami pun bertukar pikiran. Satu
hal yang saya catat, Beliau bilang, “Orang china di sini (di Jakarta), saling
tolong menolong.
Sekitar tahun 2006, saya sering silaturahmi ke
tempat Etek (bibi) di Indramayu. Para pedagang asal Padang beberapa kali bilang
ke saya, “Orang china di sini persatuannya sangat kuat. Prinsip kekeluargaannya
sangat bagus.”
Tahun 2008, tanggal 19-21 desember, saya mengikuti
seminar bisnisnya Tung Desem Waringin (chinese) di Hotel JCC, Jakarta. Peserta
yang hadir saat itu tidak kurang dari 7.000 orang. Kehadiran saya saat itu
tidak semata-mata karena ilmu yang akan disampaikan , tetapi juga untuk
mengobati rasa penasaran saya selama ini. Apa betul orang china itu lebih
ikhwah daripada kita.
Ternyata, apa yang saya lihat semakin menguatkan
omongan banyak orang selama ini. Hampir 75% peserta yang hadir adalah orang
china. Tua, muda, dan bahkan anak-anaknya juga dilibatkan. Menariknya lagi,
mereka tak obahnya seperti tim supporter sepak bola. Dimana-mana training yang
saya ikuti, pembicaranya yang bersemangat. Namun saat itu, saya susah
membedakan, ini yang lebih bersemangat pembicaranya atau pesertanya. Saya
sempat berpikir, mungkin mereka yang 5200-an orang ini adalah teman-teman
liqo’an Pak Tung.
Lanjut. Kami yang 25% (pribumi) terbawa suasana.
Mereka teriak, kami pun jadi ikut-ikutan teriak. Mereka tepuk tangan keras,
kami pun ikut-ikutan sampai telapak tangan kami memerah.
Saat pertengahan dan diakhir sesi selalu diselingi
dengan penawaran-penawaran produk. Semua produk yang ditawarkan labelnya china
semua. Buku-buku yang penulisnya Koh-Koh, baju, cendramata, seminar dan
training dengan pembicaranya juga para Koh-Koh. Dan, semuanya laku keras.
Sepulang dari training tersebut, saya menyimpulkan
bahwa mereka sudah khatam QS. 3:103, QS. 49:10 dan 13, QS. 5:2, QS. 8:72. Saya kira tidak berlebihan, bahwa mereka
lebih memahami ayat-ayat tersebut daripada kita. Mereka telah berhasil
membangun pasar anshar. Mereka lebih memahami makna ukhuwah dalam tatanan
sosial.
8 tahun telah berlalu. Keberadaan 9 Naga, polemik
Ahok dan drama yang diperankan Harry Tanoe, membuat saya tidak mampu mengubah
kesimpulan saya diatas.
Seorang dosen penguji yang adil, sudah pasti
meluluskan disertasi mereka tentang Al-Wala’
wal Bara’ dengan nilai mumtaz. Tentu dalam cakupan keyakinan mereka. Bagaimana
dengan kita ikhwah? Sudahkah kita pantas lulus dalam bab Al-Wala’ wal Bara’?
Sudahkah kita loyal pada saudara kita sendiri?
Kita masih sering membanggakan orang lain daripada
saudara kita sendiri. Kita sering memberikan pemakluman atas keburukan orang
lain, dan tidak bisa memaklumi saudara kita sendiri. Kita masih cenderung
memilih produk orang lain, sementara dalam waktu yang sama saudara kita juga
menjualnya.
Ada seorang penulis buku yang dibully
habis-habisan oleh pembacanya. Saat utsar, teman-temannya pada bilang, “Kami
jadi penasaran, apa isinya buku antum.” Sang penulis balik bertanya, “Owh,
antum baru pulang dari planet mars ya?”
Kita kalah jauh dengan mereka. Hari ketiga ba’da
launching buku Financial Revolution Pak Tung, langsung terjual 10.000
eksemplar. Begitupula halnya dengan
buku-buku Andre Wongso, sepekan pertama ribuan eksemplar langsung habis
terjual. Apa rahasianya? Marketingnya bagus? Nggak juga. Promosinya bagus?
Masih banyak yang lain yang lebih bagus. Jaringannya bagus? IYA. HAMPIR SEMUA
ORANG CHINA BELI BUKUNYA PAK TUNG, BELI BUKUNYA ANDRE WONGSO. Mereka memiliki
jaringan komando yang kuat, tertata dengan baik. Ini rahasianya!
Sekiranya Pak Tung jualan daster, maka hampir
semua ibu-ibu bermata sipit beli dasternya. Jikalau Pak Andre Wongso jualan
bakmie, maka dipastikan hampir semua orang china beli bakmienya.
Lanjut. Para bos yang punya perusahaan mewajibkan
karyawannya beli buku pak Tung, bukunya Andre Wongso. Semua karyawannya
diwajibkan ikut seminar dan pelatihan Pak Tung dan Pak Andre. Mereka
persilahkan Radio, Televisi, dan surat kabar, serta majalah yang mereka miliki
untuk mengorbitkan Pak Tung dan Pak Andre.
Inilah ukhuwah. Itulah Al-Wala’ terhadap saudara
seiman. Bagaimana dengan kita?
Mari kita belanja di warung saudara sendiri.
Sukseskan usaha saudara kita sendiri. Tatkala usaha saudara-saudara kita
berkembang, dan maju, maka insyaAllah akan bermanfaat bagi dakwah ini. Dakwah
ini membutuhkan dana besar. Dan, dana besar itu kantongnya dibangun dari
usaha-usaha yang maju.
Di tangan ikhwah, uang yang kita belanjakan itu insyaallah
berkah—bernilai ibadah. Sebab, digunakan untuk kebaikan dan dakwah itu sendiri.
Sementara di tangan orang-orang yang membenci agama ini, uang-uang yang kita
belanjakan akan dimanfaatkan untuk menodai kesuciaan akidah kita sendiri. Wallahu alam bisshowab!
Silahkan share, bila antum merasa menjadi bagian
dari dakwah ini.
0 komentar:
Post a Comment