Assalamualaikum, Baba. Mohon maaf Baba, saya bikin repot Baba. Ini permasalahan keluarga kami, saya bingung mau bertanya kepada siapa lagi, kalau bukan kepada baba. Saya melihat Baba ahli dalam hal keluarga. Setelah baca buku Baba, saya memberanikan diri untuk mengadukan derita saya beberapa tahun ini.
Suami saya seorang abdi negara, dia baik, cuma ada satu yang tidak saya suka dari dirinya. Hal itu adalah ia seringnya terburu-buru dalam berjimak. Semua jadi serba cepat, akhirnya saya selaku istri tidak menikmatinya sama sekali. Tambah lagi sekarang, dia mengalami ejakulasi dini pula. Bertambahlah deritaku sebagai istri. Beberapa kali saya keluhkan hal ini padanya, dia malah marah. Akhirnya saya pasrah, dan tutup mulut.
Pertanyaannya, emang boleh terburu-buru dalam berjimak? Kalau ia, saya harus bagaimana? Trims, baba ali.
( Ibu Ratri, Kab. Wxxx)
Jawab:
Ibu yang baik. Untuk solusi ejakulasi dini (ED), silahkan baca buku saya "Harmonis di dunia, bersama di surga". Ajak suami ibu untuk membacanya. Sebetulnya, keluhan ibu sudah dijawab dalam buku tersebut. Terburu-buru dalam berjimak, tidak diperbolehkan. Kecuali atas persetujuan suami istri, dengan kesediaan waktu yang sangat terbatas. Tidak memungkinkan untuk muda'abah (foreply) terlebih dulu.
Menurut Syariat. Setelah ejakulasi, para suami dilarang terburu-buru mencabut penisnya, biarkan dulu tetap pada posisi semula, sambil berpelukkan erat. Komunikasikan ke sang istri, apa ia sudah mencapai puncak atau belum. Bila istri merasa sudah meraihnya, maka cabutlah. Bila belum, maka sang suami berkewajiban membuat ia juga menikmati puncak (orgasme) sebagaimana sang suami menikmatinya.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian menggauli istrinya, maka hendaknya berlaku jujur. Barangkali ia mengakhiri hubungan sebelum istri terpenuhi kebutuhannya, maka janganlah terburu-buru mengakhiri hingga istri terpenuhi kebutuhannya pula.” [HR.Al-Haitsami, dan Abu Ya’la]
Dalam kitab Isyratun Nisa Minal Alifi Ilal Ya, Usamah bin Malik, mengungkapkan, “Sungguh banyak sekali terjadi percekcokan antar suami istri, karena hubungan seks yang terburu-buru. Contohnya, seorang suami menyetubuhi istrinya, saat sudah mencapai ejakulasi, ia meninggalkan istrinya tersebut, padahal si istri sudah sedemikian bernafsunya. Itu adalah sikap yang culas. Kalau kita memiliki keinginan menunaikan hajat dan menikmati istri kita, istri kita pun memiliki keinginan yang sama..”
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menyatakan, “Apabila seorang lelaki telah terpenuhi hajatnya dengan keluar mani, tahanlah hingga istrinya terpenuhi. Karena sang istri terkadang lambat meraihnya. Menyelesaikan hubungan yang demikian itu (ditinggalkan setelah suami mencapai kepuasan, ed) merupakan siksaan bagi istri.”
Ibnu Quddamah menjelaskan, “Karena hal itu amat berbahaya bagi si istri dan dapat menghalanginya memuaskan nafsu birahinya.”
(Dipandu oleh Baba Ali, Praktis Ketahanan Keluarga, Penulis buku "Harmonis di dunia, bersama di surga")
0 komentar:
Post a Comment