Saya
dulu anak Rohis. Saya juara umum bertahan selama di SMP dan berlanjut hingga SMA.
Lulus dengan nilai yang bagus. Tahun 2005 masuk kampus Undip tanpa tes, dan
gratis. Tiap semesternya saya menerima double beasiswa, yang bisa saya gunakan
untuk bayar uang SPP dan biaya hidup. Alhamdulillah, saya meyakini semua itu
adalah berkat motivasi, keteladanan, dan ilmu agama yang ditransferkan oleh
para murobbi saya sewaktu di Rohis. Rohis? Ya, iyalah. Apalagi kalau bukan
Rohis.
Tidak
hanya sampai di situ, hal positif yang saya rasakan adalah cara berpikir yang
mulai terarah. Mulai terasa kematangan dalam berpikir, berhati-hati, tidak gegabah,
membuat saya semakin dewasa dalam menjalani fase kehidupan sebagai ABG.
Saat
teman-teman masih suka keluyuran, saya lebih cenderung di rumah membantu orang
tua. Tatkala teman-teman terlibat perkelahian, saya lebih suka latihan teater—baca
puisi—baca buku—dan berdiskusi. Tatkala teman-teman sibuk pacaran, saya lebih
senang mendengarkan pengajian—baca Qur’an—shalat dhuha—dan ikut pramuka.
Hal
yang paling membahagiakan dan tidak terlupakan adalah saat aku pertama kali mendengar
ibuku bercerita kepada orang lain. “Alhamdulillah, budi pekerti anakku semakin
baik, shalatnya terjaga, dan patuh.”
Berlebihan?
Sama sekali tidak. Hal yang sama juga dialami oleh teman-teman saya. Para
pemenang olimpiade dari sekolah kami rata-rata anak rohis. Nilai-nilai rapornya
jangan ditanya, hampir semuanya pada angka sepuluh besar. Dan, tidak sedikit
pula yang menjadi pentolan juara kelas. Dan lebih membahagiakan lagi,
sebahagian besar mereka keterima pada kampus favorit di negeri ini. Semisal
Undip, UI, ITB, UNP, dan lainnya.
Sekali
lagi berlebihan? Tidak. Memang seperti itu adanya. Anak Rohis itu di samping
akhlaknya baik, prestasinya juga baik. Ada nggak yang tidak berprestasi? Ya,
tentu ada, tetapi itu sebahagian kecil. Sebab, kemampuan otak setiap orang
beda-beda kan? Namun sebodoh-bodohnya mereka, mereka (anak Rohis) tetap lebih
baik karena budi pekertinya yang indah—disenangi para guru.
Apa sih rahasianya anak Rohis berakhlak baik
dan prestasinya juga baik? Jawabannya mentoring.
Kami
ikut mentoring sepekan sekali bersama kakak-kakak mahasiswa. Kebetulan saat
itu, kami dimentor oleh kakak-kakak dari Unand, UNP, dan IAIN Imam Bondjol.
Mereka gantian datang ke sekolah. Dengan pembawaan yang menyenangkan, mereka
mengajari kami akhlakul karimah. Mereka mengajari kami nasionalisme, cinta
tanah air, cinta damai, saling tolong menolong dan gotong royong.
Mereka
mengajari kami cara belajar yang efektif, efisien, dan menyenangkan. Mereka
juga membahas tata cara sholat, membaca Qur’an, hingga diskusi tentang mata
pelajaran yang kami rasa sulit. Sesekali kami outbond ke pantai, olahraga
bareng, makan bersama, dan lainnya.
Mereka
terus mengajari kami kebaikan-kebaikan tanpa bayaran sepeserpun. Wajah-wajah
ketulusan dan do’a-do’a mereka membuat kami semakin memahami arti ikhlas. Hal
ini menginspirasi kami untuk bisa berbuat baik seperti kakak-kakak mahasiswa.
Rohis
itu manis, tidak seperti fitnah yang dituduhkan oleh mereka yang berpenyakit dalam
hatinya. Ayo dukung remaja muslim aktif dalam Rohis. Restui generasi muda kita
berakhlak yang baik dan juga berprestasi.
(
Ali Margosim, Ketua Rohis, alumni SMAN 1 Batang Kapas dan Universitas
Diponegoro)
0 komentar:
Post a Comment