Saturday, July 29, 2017

HAL YANG TAK BOLEH DILUPAKAN ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK!



Semenjak sang suami meninggal, Fatimah binti Ubaidillah Azdiyah tak punya pilihan selain membesarkan anak lelaki semata wayangnya seorang diri. Mengambil upahan dan membuat makanan ringan, untuk bertahan hidup. 

Suatu hari, si anak bercerita bahwa ia baru saja menikmati segelas susu yang dikasih oleh tetangganya. Tetangganya itu berprofesi sebagai orang pintar (dukun). Sang ibu langsung menggiring anaknya ke kamar mandi, lalu memasukan jarinya ke mulut sang anak, hingga si anak muntah, dan keluarlah semua susu yang telah diminum tersebut. Fatimah sangat ketat dalam menjaga kehalalan setiap makanan yang masuk ke perut anaknya itu. Ia rela kelaparan berhari-hari daripada memakan makanan haram. Ia rela berpakaian lusuh ketimbang mengenakan pakaian yang dibeli dengan uang haram. Begitulah prinsip hidup yang telah mendarah mendaging dalam jiwa dan raganya. Final, sudah tak bisa ditawar-tawar.

Seiring berjalannya waktu, anak itu tumbuh menjadi anak yang hebat dan shalih. Usia sembilan tahun hafal Qur’an 30 Juz. Usia 11 tahun hafal puluhan ribu hadist. Usia 15 tahun sudah diizinkan memberikan fatwa di Masjidil Haram. Fatwanya dipakai oleh mayoritas kaum muslimin sedunia. Siapakah anak kecil itu? Dia adalah Imam Syafii rahimahullah ta’ala, Si anak yang lahir dan tumbuh dari rezeki yang halal.

Kisah nyata ini semestinya menjadi ibroh (pelajaran) penting bagi kita sebagai orangtua yang merindukan anak shalih-shalihah. Anak shalih shalihah hadir ditengah-tengah kita bukanlah produk sim salabim. Ia ada di tengah-tengah kita, sebab ikhtiar besar kita sebagai orangtua. Ikhtiar besar itu berupa memilih calon pasangan yang shalih shalihah, menikah dengan proses yang syar’iyah, makanan keluarga yang jelas halalnya, pendidikan keluarga yang berorientasi akhirat, hingga keteladanan dari orangtua.

Mari kita tela’ah satu bagian saja, yakni makanan keluarga yang jelas halalnya. Seorang suami harus mengerti bahwa nafkah yang diberikan kepada istrinya wajib yang halal saja. Seorang istri pun perlu tahu bahwa nafkah yang diberikan suaminya benar-benar halal, tidak bercampur aduk dengan yang haram. Atau masih diragukan kehalalannya, alias syubhat. Hal ini perlu dilakukan, jika merindukan anak yang shalih shalihah. 

Kenapa punya anak harus shalih shalihah? Sebab anak yang shalih shalihah adalah investasi terbaik dunia akhirat. Di dunia, orangtuanya dihormati, dan dicintai. Kelak di akhirat, ia menjadi penolong bagi orangtua. Do’a anak shalih shalihah, sedekahnya, dan semua kebaikannya juga mengalir untuk orangtuanya. 

Adalah lucu, tatkala kita sebagai orangtua menginginkan anak-anak kelak tumbuh menjadi anak-anak yang shalih sementara kita tak jarang menyuapinya dengan makanan yang haram atau syubhat. Baju sekolahnya bisa jadi dari uang haram atau campursari (halal haram hantam), biaya sekolahnya dari rezeki yang tidak halal. 

Seringkali kita menemukan orangtua yang menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren, tetapi sang anak tetap begundal. Kabur dari pondok. Terlibat tawuran. Mengkonsumsi narkoba. Memicu berbagai keributan. Menyusahkan para kiyai. Ada juga yang tetap lulus ponpes dengan nilai seadanya, namun tetap tidak menjadi sosok yang diharapkan orangtua. Bahkan yang terparah lagi, setamat dari pondok jadi maling (koruptor), pezina, dan sampah masyarakat dalam bentuk yang lain. 

Kenapa hal demikian terjadi? Sebab si santri dibiayai dengan uang haram. Tidak ada keberkahan di dalamnya. Sekolahkan anak ke ponpes itu sangat bagus. Bahkan kalau bisa, para orangtua berbondong-bondong memondokan anaknya, agar pondasi agama si anak kuat. Nah agar hasilnya juga bagus, maka orangtua juga berkewajiban membiayai putra-putrinya dengan rezeki yang halal. Kalau begini adanya, insyaAllah lulusannya shalih shalihah semua.

Tak sedikit pula anak yang disekolahkan pada sekolah favorit, biaya mahal, ikut les berbayar tinggi, tetapi anaknya tetap suka mengecoh ayah ibunya. Pacaran sana sini, merokok, terkadang ikut-ikutan menenggak miras. Anak gadis kuliah mahal-mahal, baru semester 5 pulang-pulang buncit (hamil). Kuliah tak selesai, orangtua menanggung malu. Keadaan seperti ini tidak boleh serta merta menyalahkan si anak, tetapi evaluasilah diri kita sebagai orangtua. Sudahkah kita memberinya makan dan minum dari rezeki yang halal saja? Membiayainya dengan rezeki yang halal?

Ketahuilah oleh kita semua, bahwa tak ada keinginan yang terijabah tatkala yang berkeinginan masih bergelimang harta haram. Kecuali Allah tengah memainkan istidraj (Azab berupa nikmat). Tak ada do’a yang terkabulkan ketika yang berdo’a masih berlumuran rezeki haram. Melainkan Gusti Allah tengah memainkan istidraj. Keinginan mendapatkan anak yang shalih shalihah tak bisa didapatkan dengan jalan yang haram.

Rasulullah Saw menceritakan perihal seorang lelaki yang sedang melakukan safar (perjalanan jauh), yang berambut kusut, kusam dan berdebu, yang menadahkan tangan ke langit lalu berdoa: “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!… Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia dikenyangkan dengan makanan yang haram, maka bagaimana bisa doa dikabulkan?” [HR. Muslim]

Selanjutnya. Menjadi sia-sia sebuah niat baik, perbuatan baik, jika masih diiringi oleh harta yang haram. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “...Barang siapa yang mengumpulkan harta dari jalan yang haram, kemudian dia menyedekahkan harta itu, maka sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala, bahkan dosa akan menimpanya.”  [HR. Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân dalam Shahihnya]

Seorang waliyullah, Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah ta’ala berkata,”Barangsiapa yang menginfakkan (harta) yang haram dalam ketaatan (kepada Allah), maka dia seperti orang yang membersihkan (mencuci) pakaian dengan air kencing, padahal pakaian tidak dapat dibersihkan kecuali dengan air (yang bersih dan suci), (sebagaimana) dosa tidak dihapuskan kecuali dengan (harta) yang halal”[ Dinukil oleh Imam adz-Dzahabi dalam al-Kabir hlm.118].

 Kesimpulannya, agar anak kita shalih dan shalihah maka besarkanlah mereka dengan rezeki yang halal. Didiklah mereka dengan rezeki yang halal. Wallahu alam bisshowab!

(Ditulis oleh: Ust Baba Ali M.ChN, Pengasuh SAMARA CENTER, Penulis Buku Harmonis di Dunia Bersama di Surga)

0 komentar:

Post a Comment