Selamat pagi Bapak, perkenalkan saya Bu Hasna (nama samaran, red.). Mohon ma'af, pertanyaan saya agak sensitif. Mmm, begini pak, suami saya sering bilang kalau melayani dia di ranjang itu wajib hukumnya. Saat saya menolak, dia selalu bilang begitu sambil marah-marah. Apa memang begitu hukumnya dalam islam? Mohon pencerahannya!
Jawab:
Ibu yang baik. Dalam Islam, pasangan suami istri berkewajiban saling membahagiakan, menunaikan hak dan kewajiban masing-masing. Suami melindungi dan menyayangi sang istri, istri melayani suaminya sepenuh hati. Memenuhi ajakan suami (berhubungan seks) adalah bagian dari melayani. Melayani suami hukumnya wajib, kecuali ada halangan syar'iyah (uzur yang dibenarkan dalam islam), misalnya sakit. Penuhilah ajakan suamimu, raihlah ridhanya.
Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapapun wanita yang meninggal dunia sedangkan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, maka ia masuk surga.” (HR.Hakim dan Tirmidzi)
Berupayalah membuat suami senang, dan menjauhkan murkanya. Sebab, bila ia murka—maka segenap penduduk langitpun melaknatimu. Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang lelaki memanggil istrinya ke tempat tidur, kemudian si istri tidak mendatanginya, lalu suaminya semalaman marah terhadapnya, maka para malaikat melaknatinya sampai pagi hari.” (HR.Muttafaqun ‘alaih)
“Demi Tuhan yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidaklah sekali-kali seorang suami mengajak istrinya ke peraduan, lalu istrinya itu menolak, melainkan semua makhluk yang ada di langit murka terhadapnya hingga suaminya memaafkannya.” (HR Syaikhain)
Dari Thalq bin Ali, Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi hajatnya, maka hendaklah si istri memenuhinya, meskipun dia sedang memasak di dapur.” (HR.Tirmidzi)
Menunaikan hak suami adalah bagian dari tugas manusia menunaikan hak Allah Ta’ala.
Dalam kitab Al-Musnad, Sunan Ibnu Majah, dan Shahih Ibni Hibban dari Abdullah ibnu Abi Aufa ra, ia berkata, “Tatkala Mu’adz datang dari bepergiannya ke negeri Syam, ia sujud kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau menegur Mu’adz, “Apa yang kau lakukan ini, wahai Mu’adz?”
Mu’adz menjawab, “Aku mendatangi Syam, aku dapati mereka (penduduknya) sujud kepada uskup mereka. Maka aku berkeinginan dalam hatiku untuk melakukannya kepadamu, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan engkau lakukan hal itu, karena sungguh andai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang istri tidaklah menunaikan hak Rabbnya sampai ia menunaikan hak suaminya. Seandainya suaminya meminta dirinya dalam keadaan ia berada di atas pelana (hewan tunggangan) maka ia tidak boleh menolaknya.” (HR.Ahmad)
Belajarlah kepada para istri Nabi saw. Dari Yahya bin Abi Salamah, Aisyah ra berkata, “Aku mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka aku tidak dapat mengqadhanya melainkan pada bulan sya’ban.” Yahya berkata, “ (Yang menghalanginya) ialah kesibukkannya melayani Nabi saw.” (HR.Bukhari-Muslim)
Imam Nawawi mengomentari di atas dalam kitab Syarah Muslim: “Sesungguhnya setiap istri Nabi SAW itu senantiasa menyiapkan diri untuk melayani Rasulullah SAW, agar dapat bersenang-senang dengannya sewaktu-waktu jika beliau menghendakinya. Ini termasuk adab, dan mereka hanya mengqadhanya pada bulan sya’ban. Ini karena beliau Nabi SAW biasa berpuasa pada sebagian besar bulan sya’ban, sehingga beliau tidak berhajat pada mereka di siang hari.” (Syarah Nawawi VIII/22)
Ketika suami mengajak berhubungan badan, maka etikanya adalah segera memenuhinya. Bila ada halangan syar’iyah semisal tidak enak badan, lagi haid, atau lainnya—maka harus dikomunikasikan dengan baik.
(Konsultasi ini diasuh oleh Baba Ali Pakar Ketahanan Keluarga, Penulis buku "Harmonis di dunia, bersama di surga")
0 komentar:
Post a Comment