Rahma adalah istri Nabiyullah Ayyub as. Ayyub adalah seorang sosok yang sangat dikagumi dan dimuliakan umatnya saat itu. Kekayaannya berlimpah ruah. Tanah, sawah, ladang, luasnya berbilang-bilang. Kebun-kebunnya subur dengan lebatnya, memberikan hasil yang banyak sepanjang tahun. Begitupula dengan ternaknya yang berkembang biak dengan pesat. Tak hanya itu, Ayyub adalah lelaki yang sangat tampan dan berwibawa, siapapun yang memandang pastilah senang. Ketaatannya kepada Allah sungguh menakjubkan. Akhlaknya begitu memukau. Suka membantu fakir miskin, melindungi yang lemah, menghormati siapa saja. Karunia Allah tidak hanya sampai disitu, Nabi Ayyub juga diberi keturunan yang banyak. Anak-anak yang rupawan, cantik, dan shalih shalihah. Rahma dan delapan istri nabi ayyub lainnya hidup dalam kemewahan, kerukunan, dan kebahagiaan.
Semua yang menyenangkan ini berjalan selama 80 tahun. Lalu, Allah menguji hambaNya, Ayyub as. Rasulullah saw bersabda,
“...dan Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka, barangsiapa yang ridha dengan ujian tersebut, maka dia mendapatkan keridhaan-Nya dan barangsiapa yang marah terhadap ujian tersebut, maka dia mendapatkan kemurkaan-Nya (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2110).
Tanaman-tanamannya gagal panen, pohon-pohon pada meranggas, dan serentak mati mendadak. Hewan-hewan ternaknya terserang penyakit, dimakan harimau, hingga tak tersisa satu ekor pun. Kolam-kolam ikannya mendadak kering, dan ikan-ikannya mati. Lumbung-lumbung gandumnya terbakar. Emas permatanya hilang dirampok pencuri. Tak hanya sampai disitu, tatkala semua anak-anaknya berkumpul saat mengikuti pengajian sekaligus tasyakuran dalam sebuah gedung mati tertimpa bangunan, akibat gempa mendadak.
Semua yang dimiliki habis. Anak-anak yang disayang pun lenyap. Namun, Ayyub tak pernah berkeluh kesah, bahkan ketaatannya justru bertambah. Syukur dan sabarnya semakin besar padaNya. Semua istrinya pun bersabar.
Ujian pun belum lengkap rupanya. Kini, Allah mengujinya dengan penyakit kulit. Berawal dari demam panas tinggi, hingga muncul bercak-bercak merah di sepanjang tubuhnya, yang kemudian mengeluarkan cairan busuk. Melihat suaminya yang tak lagi ada harapan, para istrinya antrian minta diceraikan. Hingga yang tersisa, Rahma.
Derita sakit dari tahun ke tahun semakin bertambah. Biaya berobat semakin berjibun. Sementara keuangan semakin menipis, akhirnya semua tanah dan sawahnya terjual. Rumah dijual. Semua hartanya habis. Karib kerabatnya semakin menjauh. Penyakitnya bertambah parah. Semua bagian tubuhnya mengeluarkan nanah yang busuk. Semua bagian tubuhnya membusuk, kecuali lidah dan hatinya.
Warga kampung tersebut juga tidak tahan dengan penyakit Nabi Ayyub as. Mereka berduyun-duyun datang, mengusir sang nabi jauh ke tempat terisolir. Mereka khawatir tertular penyakit berbahaya tersebut.
Air mata Rahma sungguh tak terbendung lagi. Dalam hatinya ia berontak. Kemanakah saudara-saudaranya yang dulu begitu baik padanya, menyanjung suaminya. Kemanakah orang-orang yang dulu sangat hormat pada Ayyub. Kemanakah orang-orang yang dulu hidup dalam kemurahan hati suaminya. Kenapa kini semuanya menghilang, bahkan tega mengusir suaminya.
Dilihatnya bekal makanan hampir habis, pakaian habis semuanya kecuali yang terpakai pada suaminya. Badannya yang kurus, tidak mematahkan semangatnya membawa suaminya ke tempat yang jauh dari perkampungan. Hingga akhirnya, mereka tinggal di sebuah gubuk reot milik petani yang murah hatinya.
Sebelum pagi datang, ia pun mengurus suaminya dengan penuh sabar. Setelah itu, ia pun bekerja dengan upah seadanya. Itu semua ia lakukan untuk membeli gandum dan obat suaminya. Tahun berganti tahun, semua itu ia lalui dengan sabar, tak kenal mengeluh, dan mendedikasikan dirinya sepenuhnya pada sang suami. Beratnya penderitaan, tidak mengurangi rasa cinta dan kasih sayang pada sang kekasih.
Di penghujung tahun ke-18. Seraya menarik nafas panjang datanglah isteri Nabi Ayyub, rahma, mendekati suaminya yang sedang menderita kesakitan dan berbisik-bisik kepadanya :
“Wahai sayangku, sampai kapankah engkau tersika oleh Tuhanmu ini?Di manakah kekayaanmu, putera-puteramu, sahabat-sahabatmu di kawan-kawan terdekatmu? Oh, alangkah syahdunya masa lampau kami, usia muda, badan sehat, kebahagiaan dan kesejahteraan hidup tersedia, dikelilingi oleh keluarga dan terulang kembali masa yang manis itu? Mohonlah wahai Ayyub dari Tuhanmu, agar kami dibebaskan dari segala penderitaan dan musibah yang berpanjangan ini.”
Berkatalah Nabi Ayyub as menjawab keluhan istrinya itu,
“Wahai isteriku yang kusayangi, engkau menangisi kebahagiaan dan kesejahteraan masa lalu, menangisi anak-anak kita yang telah meninggal diambil oleh Allah dan engkau minta aku memohon kepada Allah agar kita dibebaskan dari kesengsaraan dan penderitaaan yang kita alami saat ini. Aku hendak bertanya kepadamu, berapa lama kita menikmati masa hidup yang mewah, makmur dan sejahtera itu?”,
Istrinya menjawab “Delapan puluh tahun”
“Lalu berapa lama kita telah hidup dalam penderitaan ini?” tanya Nabi Ayyub
“Delapan belas tahun,” jawab sang isteri
Nabi Ayyub melanjutkan jawabannya “Aku malu, memohon dari Allah memebaskan kita dari kesengsaraan dan penderitaan yang telah kita alami belum sepanjang masa kejayaan yang telah Allah kurniakan pada kita. Sepertinya engkau telah termakan hasutan dan bujukan syaitan, sehingga mulai menipis imanmu dan berkasih hati menerima takdir dan hukum Allah. Tunggulah ganjaranmu kelak ketika aku telah sembuh dari penyakitku dan kekuatan badanku pulih kembali. Aku akan mencambukmu seratus kali. Dan sejak detik ini aku haramkan dariku makan dan minum dari tanganmu atau menyuruh engkau melakukan sesuatu untukku. Tinggalkanlah aku seorang diri di tempat ini sampai Allah menentukannya takdir-Nya.
Setelah ditinggalkan oleh isterinya yang diusir, selanjutnya Nabi Ayyub as tinggal seorang diri di gubuk yang tiri itu, tiada sanak saudara, tiada anak dan tidak ada istri. Ia bermunajat kepada Allah dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih sayang-Nya. Ia berdoa sebagaimana tertera dalam Al qur an :
“Dan ingatlah akan hamba kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-Nya: Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan” (Qs : 38 : 41)
Semalam berlalu tanpa suami, Rahma serasa tersiksa. Bathinnya menangis pilu. Ia merasa telah menyakiti hati orang yang selama ini ia sayangi sepenuh hati. Tapi, apa boleh buat. Ia juga manusia yang lemah dan khilaf. Semalam ia tidak bisa tidur. Sehingga pagi buta, ia pun kembali ke gubuk tua tersebut. Meminta maaf, dan kembali berkhidmat untuk suaminya.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Nabi Allah Ayyub mendapat cobaan selama delapan belas tahun, sehingga orang dekat dan jauhnya menjauhinya selain dua orang saudara akrabnya yang sering menjenguk di pagi dan sore.
Lalu salah satunya berkata kepada yang lain, “Engkau tahu, demi Allah, dia telah melakukan dosa yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun.” Kawannya berkata, “Dosa apa itu?” Ia menjawab, “Sudah delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya dengan menghilangkan cobaan itu.”
Saat keduanya menjenguknya di sore hari, maka salah satunya tidak sabar sehingga menyampaikan masalah itu kepadanya. Ayyub berkata, “Aku tidak tahu apa yang kamu katakan, hanya saja Allah mengetahui bahwa aku pernah melewati dua orang laki-laki yang bertengkar, lalu keduanya menyebut nama Allah, kemudian aku pulang ke rumahku dan membayarkan kaffarat untuk keduanya karena aku tidak suka kedua orang itu menyebut nama Allah untuk yang tidak hak.”
Beliau juga bersabda, “Nabi Ayyub keluar jika hendak buang hajat. Apabila ia telah selesai buang hajat, maka istrinya menuntunnya sampai ke tempat istirahatnya. Suatu hari Nabi Ayyub terlambat dari istrinya, dan diwahyukan kepada Nabi Ayyub di tempatnya, “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS. Shaad: 42)
Istrinya menunggunya cukup lama, dia menjumpai Ayyub sambil memperhatikannya sedang berjalan ke arahnya, sementara Allah telah menghilangkan penyakitnya, dan Nabi Ayyub dalam keadaan lebih tampan daripada sebelumnya. Saat istrinya melihat, istrinya langsung berkata, “Semoga Allah memberkahimu, apakah engkau melihat Nabi Allah yang sedang diuji ini? Demi Allah, aku tidak melihat seorang pun yang lebih mirip ketika sehat daripada kamu?” Ayyub menjawab, “Akulah orangnya.”
Ayyub memiliki dua tumpukan gandum, yang satu untuk gandum dan yang satu lagi untuk jewawut, lalu Allah mengirimkan dua awan. Saat salah satu dari awan itu berada di atas tumpukan gandum, awan itu menumpahkan emas sehingga melimpah ruah, sedangkan awan yang satu lagi menumpahkan perak ke tumpukan jewawut sehingga melimpah ruah.” (Al Haitsamiy berkata, “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Al Bazzar. Para perawi Al Bazzar adalah para perawi hadis shahih.” Hadis ini juga dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahiihah, 1:25)
“(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang.” (QS. Al Anbiyaa’: 83)
Setelah sembuh, Nabi Ayyub as menunaikan sumpahnya, dengan memukul istrinya dua kali pukulan dengan seratus lidi. Ia memukul istrinya dengan kelembutan, dan berurai air mata cinta.
Dipeluklah istri hebatnya itu, dicium, dan dibelai kepala. Sembari beliau berdo’a pada Allah SWT. Dengan kehendak Allah, dari rahim perempuan tersebut lahirlah anak yang banyak. Semua hartanya kembali seperti biasa dan dilipatgandakan jumlahnya.
“Dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al Anbiyaa’: 84)
Begitulah kisah cinta teragung, kesetiaan yang teruji Ibunda Rahma. Sejarah tak sanggup melupakan kisah cinta sejati ini. Semoga kita semua bisa mengambil ibroh darinya. Wallahu alam.
Kitab rujukan:
Al Qur’anul Karim
Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Abu Yahya Marwan)
Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy)
dll.
(Ditulis oleh: Baba Ali Pakar Ketahanan Keluarga)
0 komentar:
Post a Comment