Pak Ali, sejak setahun belakangan saya merasa hubungan saya dengan suami kering kerontang. Ia begitu sibuk dengan bisnisnya. Sering keluar kota. Jarang di rumah. Terkadang, lagi di rumah pun, ia sibuk dengan gadgetnya. Memang sih, keuangan keluarga membaik. Berbagai kebutuhan bisa terpenuhi. Tapi, mohon maaf pak. Saya hidup dalam kesepian. Bathin saya gersang, rontok. Saya tersiksa dengan cara seperti itu. Saya dan anak-anak juga butuh kasih sayang, tapi tidak terpenuhi. Bahkan, mohon maaf, urusan ranjang pun kami jarang menunaikannya. Saya sudah pernah protes, tapi tidak digubris. Saya jadi bingung.
Begitulah penderitaan saya, pak. Mohon sarannya, apa yang mesti saya lakukan? Atau benarkah ini pertanda suami punya WIL, konon saya banyak baca seperti itu? Terimakasih, Pak.
(Ibu S, Jogjakarta)
Jawab:
Ibu yang baik, dalam membangun keluarga yang harmonis setidaknya ada tiga pondasi utama. Pertama, prinsip kerjasama yang baik. Kedua, perasaan cinta. Ketiga, ranjang sehat. Nampaknya, ketiga-tiganya bermasalah, alias membutuhkan solusi yang tepat.
Kita perlu memahami, bahwa setiap orang bertindak sesuai dengan mindsett-nya (pola pikir, kepahaman, wawasan). Mungkin inilah yang diyakini oleh suami anda. Dia meyakini bahwa uang akan membuat semuanya beres. Ini keyakinan yang keliru, perlu diluruskan. Kita hidup memang butuh uang, tapi uang bukan segala-galanya. Ada yang lebih utama dari uang, itulah kasih sayang. Uang bisa dicari, sementara kasih sayang tumbuh atas kecocokan jiwa (sakinah). Tanpa kecocokan ini, tidak akan ada ikatan bathin antara suami istri yang bernama kasih sayang, atau mahabbah (cinta). Mereka yang memiliki kecocokan jiwa, dinamakan berjodoh. Dengan berjodoh, maka ada pernikahan.
Seyogyanya dalam bahtera rumah tangga, uang berperan sebagai penyubur kasih sayang. Laksana kendaraan, maka uang adalah oli-nya (pelumas). Tanpa oli, kendaraan tersendat-sendat, macet, mesin cepat rusak. Sebaliknya, dengan oli kendaraan anda berjalan mulus tanpa kendala berarti. Dengan demikian, manakah yang paling berharga bagi kalian, kendaraan atau oli? Tentulah kendaraan. Manakah yang akan engkau pilih, keluarga atau uang? Pastilah keluarga, atau kedua-duanya.
Di sinilah pentingnya menentukan visi dan misi dalam berumah tangga, sehingga jelas orientasi yang dicapai. Membangun mahligai rumah tangga tidak bisa mengalir saja seperti air. Harus jelas disainnya, arahannya, rambu-rambunya, adabnya, dan targetnya.
Selain alasan uang, penyebab kurangnya perhatian suami atas keluarganya adalah hadirnya pihak ketiga, semisal wanita idaman lainnya. Tatkala keuangan membaik, godaan terberat seorang suami adalah wanita lain yang lebih baik dari istrinya. Lebih baik dalam artian fisik lebih cantik, usia lebih muda, lebih pintar, dan lainnya. ‘Penyakit’ ini ditopang oleh keinginan manusia yang seringkali merasa tidak cukup, ingin lebih, dan faktor kebosanan. Tanpa dibarengi iman, cinta akan tergerus oleh derasnya arus nafsu yang satu ini. Endingnya bernama selingkuh.
Selingkuh begitu mudah terjadi bisa disebabkan banyak faktor, diantaranya faktor jarak. Jarak itu terbagi dua. Jarak fisik antara suami istri, semisal saling berjauhan, jarang berinteraksi langsung. Jarak hati, semisal ada permasalahan yang tidak pernah ketemu titik solusinya sehingga tetap jadi duri dalam daging. Akibatnya, hubungan cinta kalian membeku. Dingin. Nah, kesibukan suami anda di luar kota sana, berjauhan dengan keluarga terasa membenarkan hipotesis saya di atas. Saya berharap, narasi saya diatas tidak sedang terjadi pada keluarga anda.
Kembali ke permasalahan di awal. Terus, apa yang mesti dilakukan istri terhadap suami yang kurang perhatian dengan keluarganya?
Pertama, mulailah dari diri anda sendiri. Perbaikilah dirimu sebagaimana fitrahnya seorang perempuan. Berdandanlah. Benahilah penampilan. Kencangkan bagian-bagian tubuh yang mengendor dengan rajin berolahraga, mengkonsumsi madu dan herbal. Rapikanlah rambutmu, sisirlah lima kali sehari. Tatalah ranjang anda. Buatlah ia membetahkan. Selanjutnya, benahilah ruhiyah anda. Dirikanlah shalat, bacalah Qur’an. Pelajarilah, dan berupayalah untuk mengamalkannya. Bacalah kisah-kisah para istri Nabi, kisah para istri sahabat, buku fiqih wanita, dan buku-buku ketahanan keluarga.
Kedua, berdo’a untuk kebaikan suami. Ketahuilah waktu-waktu untuk memanjatkan do’a kepadaNya. Jangan lupa, dan jangan pula meremehkan do’a. Satu-satunya senjata yang bahkan bisa merubah takdir adalah do’a. Itulah kekuatan do’a.
Ketiga, mintalah suami meluangkan waktu untuk anda. Lalu, ajaklah ia ke pantai, berwisata kuliner, atau ke tempat rekreasi kesukaan anda. Laluilah hari itu dengan berdua saja. Berbicaralah dari hati ke hati untuk menguatkan kembali komimen yang telah terpatri di relung hati. Kuatkanlah cinta kalian kembali seperti dahulu kala di tahun-tahun pertama memadu cinta. Bangunlah prinsip kerjasama yang baik.
Wahai suami, istrimu adalah anugerah Tuhan yang kelak engkau pertanggungjawabkan di sisiNya. Membuatnya bahagia adalah bagian dari tanggungjawabmu. Membuatnya menjadi shalihah merupakan tugas utamamu sebagai suami. Ingatlah nasehat Nabi kita,
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” (HR At-Thirmidzi no 3895,Ibnu Majah no 1977, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 285)
“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya” (HR At-Thirmidzi no 1162,Ibnu Majah no 1987 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 284)
Semoga terwujud keluarga bahagia. Harmonis di dunia, bersama di surga. Aamiin!!!
( Dipandu langsung oleh Baba Ali Pakar Ketahanan Keluarga, Penulis buku “Harmonis di dunia, bersama di surga”)
0 komentar:
Post a Comment