Assalamu'alaikum wr wb. Afwan Ustadz, mohon penjelasan tentang mengajak istri jalan-jalan dan shopping. Apa benar mengajak keluarga jalan-jalan, shopping, itu lebih baik daripada iktikaf sebulan?
Jazakallah Khair!
( Hamba Allah, suami yang masih belajar untuk shalih)
Jawab:
Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, semoga engkau diberi kemudahan oleh-Nya menjadi suami yang shalih, dan juga dikaruniai istri yang shalihah. Aamiin ya Rabbal 'Alamiin!!!
Istri adalah profesi yang mulia di sisiNya. Mulia dengan asbab menjalankan perintah Allah SWT yakni berbakti sepenuhnya kepada suami. Bakti kepada suami yang shalih merupakan baktinya kepada Allah SWT. Apa indikator suami yang shalih itu? Suami yang shalih itu minimal menjaga dan mendirikan shalat fardhu dengan baik. Dalam hal ini, shalat (tali agama) sebagai indikator terjaganya tali pernikahan.
Dalam islam, istri merupakan manajer sebuah keluarga dengan suami sebagai pimpinannya. Ia menjadi koordinator bagi anak-anaknya. Dalam waktu yang bersamaan ia memiliki multi peran, diantaranya sebagai ibu, istri, ustadzah, bendahara, guru, sahabat bagi suaminya, dokter, perawat, teman bermain bagi anak-anaknya, juru masak, juru kebersihan, juru cerita, accounting, security,psikolog, artis bagi suami, dan sebagai hamba Allah SWT.
MasyaAllah, lahaula wala quwwata illa billah. Begitu luar biasa peran seorang istri dalam keluarganya. Mengingat besarnya peran seorang istri, Allah SWT memberikan kemudahan bagi seorang istri yang shalihah untuk menempati jannahNYA kelak diakhirat.
Sebagaimana Rasulullah Saw telah bersabda:
_"Apabila seorang istri menunaikan shalat lima waktu, menjaga kesuciannya (kemaluannya), dan patuh pada suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki." _(HR. Imam Ahmad, shahih/hasan)
Selanjutnya, sebagai seorang suami yang shalih perlu memahami hal ini. Kepenatan istri dan kelelahannya dalam mengurus rumah dan anak-anak, jangan sampai menjadikan ia stress. Stress akibat kejenuhan, kebosanan yang melanda diri dan jiwanya. Maka dalam hal ini, solusinya adalah mengajak istri rihlah (jalan-jalan / rekreasi / tamasya).
Baca Juga: "7 Keajaiban "Harmonis di Dunia, Bersama di Surga"
Agendakanlah rihlah sekali dalam 2 pekan, atau sekali sebulan ke tempat-tempat yang bisa memulihkan kesegaran tubuh dan jiwa.Semisal ke pantai, area yang masih rimbun pepohonannya ( biasanya kampus-kampus negeri yang terdekat itu lebih teduh, adem), ke desa terdekat, atau tempat-tempat wisata yang terdekat yang tidak menghabiskan biaya yang banyak.
Pengalaman saya, saya sering mengajak istri dan anak-anak cuma muter-muter ke jalan jalan pelosok yang belum pernah mereka lalui, itu senangnya sudah luar biasa.
Sekali tiga bulan, atau maksimal sekali enam bulan, jangkaulah tempat-tempat yang agak jauh (tentu disesuaikan dengan kemampuan finansial).
Saya kira, jangan abaikan hal ini. Sebab bisa berakibat fatal. Istri bukan seekor burung yang cukup dikasih makan dan minum, sesekali dimandikan, kemudian mengandang kembali. Tidak bisa seperti itu. Istri adalah seorang manusia biasa dengan kadar perasaan yang tinggi. Kekuasaan emosi jiwanya mengalahkan logikanya. Makanya dalam hal ini, suami yang bijak terkadang lebih banyak bertindak di ranah emosi. Ia memahami betul bagaimana menyenangkan hati istri. Membuat istrinya bahagia dalam ketaatan.
Istri yang kurang rekreasi mudah depresi. Ia cenderung labil dalam mengelolah emosi sebab kejenuhan yang menyesakkan jiwanya. Ia stress, mudah marah, akibatnya pekerjaan rumah tidak beres. Anak-anak jadi pelampiasan emosi. Disamping itu mudah tersinggung, kebencian mulai muncul terhadap suaminya, dan lain sebagainya.
Ketahuilah bahwa, amalan yang utama setelah ibadah fardhu adalah membahagiakan pasangan kita. Istri membahagiakan suaminya. Sebaliknya, suami membahagiakan istrinya. Sebagaimana Nabiyullah Saw bersabda:
_"Amal yang terbaik di sisi Allah setelah hal yang fardhu adalah membuat seorang muslim berbahagia."_(HR. Ath-Tabrani, dari Ibnu Abbas. Hadits shahih/hasan)
Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa melindungi istri dari kejenuhan merupakan amalan terbaik setelah shalat, puasa, zakat, dan naik haji (bagi yang mampu). Pahalanya besar di sisi Allah SWT.
Rasullulah SAW bersabda :
_"Sungguh aku berjalan bersama seorang saudara (muslim) di dalam sebuah keperluan lebih aku cintai daripada aku beriktikaf di dalam masjidku (masjid Nabawi) ini selama sebulan."_(HR. Ath-Thabarani)
Syaikh Muhammad bin shalih Al-Ustaimin Rahimahullah Ta'ala berkata;
"Menunaikan kebutuhan kaum muslimin lebih penting dari pada iktikaf, karena manfaatnya lebih menyebar, menfaat ini lebih baik daripada manfaat yang terbatas (untuk diri sendiri). Kecuali manfaat terbatas tersebut merupakan perkara yang penting dan wajib dalam Islam (misalnya shalat wajib)."
Dari hadits tersebut semakin jelas oleh kita semua bahwa berjalan bersama pasangan dalam sebuah keperluan lebih besar pahalanya daripada iktikaf sebulan penuh. Adapun keperluannya bisa berupa, semisal rihlah, belanja kebutuhan keluarga, menghadiri majelis taklim, menemani istri/suami belajar/ujian di kampus, membersamai pasangan berdakwah, silaturahmi ke tempat orang tua/mertua, bakti sosial ke daerah tertimpa bencana, dan lain sebagainya. Intinya adalah amalan shalih apa saja yang memberikan kemanfaatan besar bagi diri kita dan orang lain (Shalih secara sosial) lebih disukai oleh Allah dan Nabi Saw dibanding shalih secara pribadi.
Shalih secara pribadi hanya bermanfaat untuk diri sendiri. Sementara shalih secara sosial bermanfaat bagi banyak orang. Makanya Nabi Saw bersabda:
_"Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak kemanfaatannya bagi orang lain."_ (HR. Muslim, shahih/hasan)
Imam Hasan Al Bashri pernah mengutus sebagian muridnya untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesulitan. Beliau mengatakan pada murid-muridnya tersebut, “Hampirilah Tsabit Al Banani, bawa dia bersama kalian untuk membantu.”
Ketika Tsabit didatangi, ia berkata, “Maaf, aku sedang i’tikaf.” Murid-muridnya lantas kembali mendatangi Al Hasan Al Bashri, lantas mereka mengabarinya. Kemudian Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai muridku, tahukah engkau bahwa bila engkau berjalan menolong saudaramu yang butuh pertolongan itu lebih baik daripada haji setelah haji?
Lalu mereka pun kembali pada Tsabit dan berkata seperti itu. Tsabit pun meninggalkan i’tikaf dan mengikuti murid-murid Al Hasan Al Bashri untuk memberikan pertolongan pada orang lain.(Dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam bab 2, hal.294)
Jikalau terhadap saudara seiman saja kita dituntun oleh Allah dan RasulNya untuk berbuat baik, memuliakannya, sudah barang tentu berbuat baik terhadap pasangan jauh lebih utama. Sebab suami istri sudah terikat dalam ikatan yang kokoh (mitsaqan Ghaliishah), berlakunya hak dan kewajiban, dan dipertanggungjawabkan kelaka di sisi Allah SWT.
Maka ikhwah fillah, bahagiakanlah pasanganmu dengan sebaik-baiknya. Buatlah istri makin cinta padamu. Layanilah suamimu dengan pelayanan terbaik, hingga ridhanya engkau dapatkan.
Simak Pula: "Training Ketahanan Keluarga"
Wahai para suami, baik dan buruk istrimu tergantung padamu. Maka dalam hal ini, rangkullah tangannya menuju jalan Allah. Sayangilah ia sehingga membuat ia semakin patuh padamu. Rasullulah SAW bersabda :
_"Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya."_ (HR At-Thirmidzi)
Jadi, benarkah mengajak istri jalan-jalan, shopping, lebih baik daripada Iktikaf Sebulan? Iya, betul. Selagi dilakukan dengan niatan untuk membahagiakan pasangan, dan pemenuhan kebutuhan keluarga. Namun, akan bernilai sia-sia tatkala hanya sebatas untuk bersenang-senang, berfoya-foya (konsumtif), dan pamer.
Wallahu alam bisshowab!
(Dipandu langsung oleh Baba Ali Pakar Ketahanan Keluarga, Pengasuh Samara Center, dan Penulis buku "harmonis di dunia bersama di surga")
0 komentar:
Post a Comment