Friday, December 9, 2016

4 Langkah Mewujudkan Keluarga Hebat

 Ada sepasang suami istri di kampung saya memiliki 9 anak. Sehari-hari mereka sebagai petani, dengan kehidupan yang pas-pasan secara materi.

Saat anak sulungnya menginjak kelas 3 SMA, sang istri menghembuskan nafas terakhir saat sujud shalat isya.

Qadarullah, tinggallah sang suami dengan merawat kesembilan anaknya sendiri.

Tak ada yang spesial yang diperbuat sang suami selain melanjutkan tradisi yang telah mereka bangun semenjak awal pernikahan yakni menjaga shalat (fardhu dan tahajjud), mengaji (baca al Qur'an), dan penugasan.

Penugasan yang dimaksud adalah masing masing anak diberi tanggungjawab. Anak tertua bertanggungjawab atas adik yang pertama dan kedua. Adik yang pertama bertanggungjawab atas adik ke-3 dan ke-4, begitu seterusnya.

Masyaallah, 20 tahun kemudian semua anak-anaknya menyelesaikan sarjana dan produktif semua.

Sahabatku yang setia. Keluarga hebat lahir dari pengorbanan yang hebat. Ia bukan keluarga yang hadir laksana air yang mengalir begitu saja. Juga bukan keluarga yang tiba-tiba jadi hebat alias sim salabin. Tetapi melewati serangkaian proses yang luar biasa. Dalam hal ini, peran suami dan istri atau ayah dan ibu memiliki andil yang handal.

Berikut beberapa langkah mewujudkan keluarga hebat:

Pertama, memiliki orientasi yang jelas. Suami istri sudah sepatutnya mempunyai gambaran keluarga yang jelas. Ibarat sebuah rumah, sipemiliknya harus memiliki rancangan rumah yang jelas, semisal luas rumah, desainnya bergaya lokal atau luar, berapa jumlah kamar, penataan ruang, cat rumah, berapa lantai, dan lain sebagainya. Harus jelas dengan detil diawal sebelum rumah dibangun.

Mahligai rumah tangga juga begitu, konsepnya harus jelas dari awal. Dalam islam, konsep keluarga itu secara umum adalah berbasis Al Qur'an dan Sunnah Nabi.

Secara khusus, misalnya anak-anak dari kecil sudah diajarkan shalat dan membaca Al Qur'an, anak-anak dari kecil sudah diajarkan bagaimana mencintai Nabi Saw, suami istri berkomitmen anti riba, suami istri berkomitmen ikut halaqoh atau pengajian minimal sekali seminggu, istri berkomitmen menutup aurat tatkala di luar rumah. Berkomiten menegakan sunnah nabi dalam aktivitas harian seperti  makan, tidur, jimak, adab di kamar mandi, dan lainnya.

Jadi orientasinya adalah keta'atan kepada Allah Swt. Inilah orientasi terbaik umat manusia dalam membangun mahligai rumah tangga.

Baca Juga: "10 Langkah Mewujudkan Ketahanan Keluarga"

Kedua, membangun karakter yang kuat. Karakter atau akhlak yang baik mencerminkan kesempurnaan iman seseorang. Pada poin pertama sudah dijelaskan tentang orientasi yang jelas. Dengan konsisten pada orientasi tersebut, mulailah nampak karakter yang kuat. Karakter yang tercermin pada akhlakul karimah. Anak-anak yang tekun beribadah, anak-anak yang ta'at pada orang tuanya, suami istri yang harmonis, memuliakan tetangga, terlatih mengucapkan salam, berlaku sopan, pribadi yang santun, ringan lisannya menyapa sesama, dan lain sebagainya.

Ketiga, Produktivitas yang tinggi. Pribadi yang menawan (beriman dan berakhlak baik) biasanya memiliki produktivitas yang baik pula. Dalam hal ini, produktivitas tersebut tinggal digenjot saja. Bagaimana menggenjotnya? Tentu dengan kreativitas. Kreativitas muncul dari proses pembelajaran yang tak kenal henti. Semisal, evaluasi diri yang terus menerus, banyak membaca buku, mendengarkan kajian-kajian ilmu, menerima kritik dan saran orang lain dengan senang hati, dan memohon petunjukNya lewat do'a-do'a yang khusyuk.

Keempat, memiliki sikap rendah hati (tawadhu'). Ada pepatah yang berbunyi,"Air beriak tanda tak dalam", atau "Tong kosong nyaring bunyinya". Artinya, siapa saja yang menyombongkan diri itu pertanda ia tengah menunjukkan kelemahan dan kehinaan dirinya. Seperti halnya tong kosong tatkala dipukul bunyinya nyaring. Kedengarannya memukau, tetapi isinya ompong melompong.

Sementara pepatah berikutnya berbunyi, "Air tenang menghanyutkan". Ini berarti bahwa orang-orang yang tawadhu' (rendah hati) justru menunjukkan kapabilitas diri yang tinggi.

Bagi seorang pengawas ujian kenaikan tingkat, "Peserta yang Tenang pertanda siap". Siapa saja yang memiliki ketenangan dalam hidupnya, itu pertanda bahwa ia telah siap menjalani kehidupannya dengan baik.

Orang yang tenang tidak pernah pamer. Sementara orang yang tidak siap menjalani kehidupan ini, ia cenderung gelisah, dan untuk menutupi kegelisahannya itu ia perlu pamer.

Orang yang rendah hati pertanda dirinya tinggi (pribadi berkualitas), sementara orang yang rendah diri itu juga pertanda bahwa ia tinggi hati (pribadi angkuh, sombong). Begitupula halnya dengan keluarga. Tatkala pasutri yang menaunginya berjiwa tawadhu', itu menunjukkan bahwa keluarga yang mereka bangun adalah keluarga hebat. Wallahu alam bisshowab!

(Ditulis oleh Baba Ali Pakar Ketahanan Keluarga, Pengasuh Samara Center, dan Penulis buku harmonis di dunia bersama di surga) 

0 komentar:

Post a Comment