Friday, November 11, 2016

Pemimpin Muda





Arek-arek Suroboyo meletus tahun 1936, siapakah yang menggerakan? Pemuda. Pertempuran 5 hari di semarang pada tanggal 15 oktober 1945, siapakah pejuangnya? Pemuda. Tentara PETA, siapakah mereka? Pemuda. Cikal-bakal berdirinya NKRI lewat sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, siapakah yang mencetuskan? Pemuda. Proklamasi kemerdekaan RI akhirnya diproklamirkan juga setelah insiden Rengasdengklok, siapakah aktornya? Pemuda. Tumbangnya rezim diktator tahun 1998, siapakah yang menumbangkan? Pemuda.
Itulah segelintir peran yang pernah dimainkan oleh pemuda untuk negeri ini. Sejarah mencatat dengan tinta emasnya, negara apa saja di belahan bumi mana saja menyadari bahwa pemuda adalah aset bangsa. Pemuda adalah kekuatan bangsa (The Power of Nation). Pemuda adalah pelopor perubahan bangsa ( Agent of change). Pemuda adalah harapan bangsa. Di tangan pemuda-lah, masa depan suatu bangsa ditentukan.
 Inilah alasan yang membuat bapak bangsa, Ir Soekarno, meminta 10 orang pemuda—bukan 10 orang tua untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang kuat (adidaya). Beliau berkata, “Berilah aku sepuluh orang pemuda, maka aku guncang dunia.”
Tidak hanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam urusan akhirat pun, pemuda tetap diposisikan sebagai garda terdepan. Nabi Muhammad Saw menunjuk Hudzaifah Ibnul Yaman sebagai inteligen dalam berbagai perperangan, siapakah dia? Pemuda.  Zaid bin Tsabit ditunjuk oleh Rasulullah Saw sebagai sekretaris negara, translator semua bahasa bangsa-bangsa seketika itu. Siapakah dia? Seorang pemuda belia berusia 13 tahun. Usamah bin Zaid, Sang Penakhluk Romawi. Siapakah dia? Panglima perang termuda sepanjang sejarah dunia, usianya kalah itu 19 tahun.
Sekarang. Sudah waktunya pemuda ambil peran strategis di pentas perpolitikan negeri ini. Regenerasi sangat dibutuhkan bangsa ini demi masa depan yang lebih baik. Para politisi senior perlu sadar diri bahwa ia tidak produktif  lagi untuk kemajuan bangsa, disebabkan usia yang telah senja. Ingatan yang sudah mulai pikun, fisik yang mulai melemah, semestinya membuka pintu legowo untuk masuknya kawula mudah ke kancah perpolitikan.  Mendorong anak-anak muda tampil, dan memposisikan diri sebagai mentor mereka adalah bagian dari pengabdian dalam bentuk yang lain.
Anak-anak muda hadir dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Mereka memiliki energi yang besar, ide-ide besar, kesegaran berfikir (Think Fresh) yang belum terpengaruhi oleh kebiasaan buruk dan trauma masa lalu. Namun, dibalik kelebihan itu semua ia tetap pada kodratnya yang memiliki kekurangan di sana-sini, semisal belum memiliki pengalaman praktis yang mempengaruhi kedewasaan, keluwesan dan keluasan cakrawala berpikir. Di sinilah peran tetuah. Ia menjadi pengasuh, pengarah, dan pembimbing para pemimpin muda sehingga potensi besar menjadi karya besar, bukan kesasar.
Dengan mentoring yang baik, pemimpin-pemimpin muda di berbagai belahan dunia, kini bermunculan. Mereka tampil dengan enerjik, dan cerdas. Mari kita lihat. Irakli Garibashvili dilantik menjadi perdana menteri Georgia pada usia 30 tahun. Atifete Jahjaga terpilih sebagai presiden Kosovo pada usia 36 tahun. Alexis Tsiprahs dikukuhkan menjadi perdana menteri termuda di Yunani pada usianya 40 tahun. Kim Jong Un didapuk sebagai presiden Korea Utara pada usia 28 tahun.  Syeikh Tamim bin Hamad Al Thani dikukuhkan sebagai pemimpin tertinggi Qatar pada usia 36 tahun. Jigme Singye Wangchuck IV dinobatkan menjadi raja Bhutan di usia 17 tahun. Dan seabrek lainnya.
Di dalam negeri ini pun, pemimpin-pemimpin muda mulai muncul satu persatu. Katakanlah, Mochamad Nur Arifin menjabat sebagai wakil bupati Trenggalek pada usia 25 tahun. Makmun Ibnu Fuad dilantik menjadi bupati Bangkalan pada usia 26 tahun. Mardani Maming menjabat sebagai bupati Kabupaten Tanah Bumbu saat berusia 29 tahun. Yopi Arianto dilantik menjadi bupati Indragiri Hulu saat berusia 30 tahun. Ridho Ficardo terpilih sebagai gubernur Lampung saat berusia 33 tahun. Zumi Zola Zulkifli terpilih sebagai gubernur Jambi saat berusia 35 tahun. M. Zainul Majdi menjabat sebagai gubernur NTB pada usia 36 tahun. Ridwan Kamil dikukuhkan sebagai walikota Bandung saat berusia 42 tahun.
Munculnya pemimpin-pemimpin muda tersebut merupakan angin segar dalam kehidupan berdemokrasi di tanah air. Dimana dominasi pemain lama “Loe lagi, Loe lagi” sudah mulai terpinggirkan. Di samping kuantitasnya diperbesar, kualitas para pemimpin muda harus menjadi perhatian serius. Dalam hal ini sangat dituntut perhatian serius sekelompok tetuah dalam mentoring atau pengkaderan yang kuat dan tepat. Tidak bisa main-main, sebab kepemimpinan menentukan hajat hidup rakyat. Nasib jutaan, bahkan ratusan juta orang ada di pundak seorang pemimpin. Sehingga kredibilitas sang pemimpin adalah nomor satu. Kredibilitas itu berupa kepribadian yang baik dan kapabilitas yang mumpuni. Ini adalah syarat mutlak dalam menjalankan kepemimpinan.
Pencitraan itu boleh asal sepadan dengan kredibilitas. Tanpa kredibilitas yang kuat, strategi pencitraannya hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin boneka. Salah satu ciri pemimpin boneka adalah tidak memiliki pendirian, plin-plan, dan sering menjilat ludah sendiri. Sekali lagi, tanpa kredibilitas pemimpin muda tak ada nilai tambahnya. Tidak ada yang perlu dibanggakan.
Apa yang diharapkan bangsa ini pada pemimpin muda? Tidak lain adalah ide-ide besarnya, yang berwujud pada kerja-kerja besarnya. Tak ada kerja, tak ada guna. Siapapun harus legowo mundur tatkala dia tidak mampu menjalankan tugasnya. Tidak boleh bertahan dalam badai ketidakmampuan. Tidak dibenarkan oleh hukum apa saja termasuk hukum langit—menutupi ketidakberdayaan dengan mengkambinghitamkan pihak-pihak lain. Inilah namanya budaya malu. Inilah budaya orang timur—memiliki rasa malu.
Mengakui ketidakmampuan, kemudian memberikan kesempatan kepada yang lain, merupakan sikap kesatria.  Pemimpin muda harus berjiwa kesatria, memiliki rasa malu. Dalam konteks ini, marilah kita belajar kepada Jepang. Para pejabat di Jepang memelihara budaya malu. Bila tidak mampu, mereka mundur tanpa dipaksa dulu baru mundur. Para pemimpinnya hidup sederhana, sebab ia malu hidup bermewah-mewahan dengan uang rakyat, yang notabene rakyatnya masih ada yang miskin. Mereka malu korupsi, sehingga kita bisa menyaksikan di berbagai berita para koruptor melakukan harakiri sebab malu. Berbeda dengan koruptor di negeri ini, sudah berstatus tersangka masih saja tertawa terbahak-bahak seakan bangga dicap sebagai maling. Miris!
Satu kata untuk pemimpin muda, MAJU!

( Ditulis oleh Ali Margosim, dari berbagai sumber)

0 komentar:

Post a Comment